
Batulicin (Kemenag Tanbu) – Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama Kabupaten Tanah Bumbu H. Abdul Hamid S.Ag, M.M memaparkan fakta bahwa berdasarkan riset sosial dan politik, Provinsi Kalimantan Selatan khususnya Kabupaten Tanah Bumbu menyimpan potensi konflik. yang jika tidak diantisipasi dapat menjadi konflik di kemudian hari.
Hal itu disampaikannya saat menjadi narasumber dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Deteksi Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan di Aula Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tanah Bumbu, Rabu (30/07/2025).
“Potensi konflik yang sudah dipetakan tersebut diantaranya adalah konflik antar dan intra-agama, tapi khusus Tanah Bumbu ini lebih banyak konflik intra agama Islam, seperti beberapa waktu lalu kasus guru Ahmadiyah di Segumbang. Kemudian pelarangan pendirian rumah ibadah, penyesatan berkedok thoriqot pesugihan (penipuan), pemaksaan atribut dan ekspresi keagamaan yang berlebihan,” ungkapnya.
H.Hamid juga menjelaskan sejumlah solusi yang telah ditempuh diantaranya dengan menggandeng beberapa mitra local untuk penanggulangannya.
“Untuk solusinya, kita dari Bimas Islam menggandeng mitra lokal dengan membuat nota kesepahaman atau memorandum of understanding dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Tanah Bumbu, Kepolisian Resor (Polres), kejaksaan dan aparat keamanan untuk membangun peace bulding yang menyejukkan masyarakat,” terangnya.
Turut hadir dalam FGD, kepala Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Tanah Bumbu KH. Suhuful Amri yang juga bertindak sebagai pembaca do’a. Selain itu, Kompol Sjaiful J, yang juga hadir sebagai narasumber.
Kompol Sjaiful menyoroti bahwa konflik yang terjadi di masyarakat dapat menganggu keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), dan dibutuhkan kerjasama berbagai pihak untuk menciptakan kamtibmas.
“Konflik dapat mengancam kamtibmas, Polri menegakkan hukum melalui 3 tahap: preemptif, preventif dan represif. Preemptif ditangani oleh bhabinkamtibmas, sedangkan tahap preventif biasa ditangani oleh subditbinmas, sedangkan kalo sudah tahap represif ditangani oleh reserse kriminal (reskrim),” ungkapnya.
Ditambahkannya Polri membutuhkan kerjasama berbagai pihak termasuk masyarakat. Masyarakat diharapkan peduli lingkungan masing-masing dengan melakukan siskamling dan meningkatkan kepedulian antar warga, karena pelaku kriminal tidak mempunyai ciri-ciri.
Di sesi terakhir, perwakilan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Nurman sepakat bahwa potensi konflik yang terjadi di Tanah Bumbu lebih banyak dipicu karena intra agama dibanding antar-agama. Nurman menegaskan peran Kesbangpol dalam hal ini antara lain: melakukan koordinasi dengan lembaga terkait, menyusun kebijakan penanganan konflik, mengembangkan deteksi edukasi dini, serta melakukan pembinaan dan edukasi masyarakat.
“Deteksi dini konflik keagamaan ini sangat penting untuk mencegah konflik dan membangun kerukunan antar-umat beragama,” pungkasnya.
Peserta dalam FGD berasal dari BAZNAS Tanah Bumbu, ormas keagamaan, para Kepala KUA Kecamatan serta para penyuluh agama Islam. Kegiatan ini dilanjutkan dengan diskusi para peserta bersama narasumber serta pengisian Questionnaire Penguatan Deteksi Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan 2025 yang mana data ini langsung sampai ke pusat dan diolah menjadi pertimbangan kebijakan tahun berikutnya untuk wilayah Kalimantan Selatan khususnya kabupaten Tanah Bumbu. Di akhir acara, peserta juga diminta menandatangani MoU.
Penulis : Effiza
Foto : Hasyim
Redaktur : Reni